Tegas, Lugas, Independen.
Example 325x300 ‎
Korupsi

Bancakan Skandal APBD Lampung Barat: Aroma di Bagian Umum hingga Dugaan Kartel Proyek Tercium Busuk

13625
×

Bancakan Skandal APBD Lampung Barat: Aroma di Bagian Umum hingga Dugaan Kartel Proyek Tercium Busuk

Sebarkan artikel ini
Bancakan Skandal APBD Lampung Barat: Aroma di Bagian Umum hingga Dugaan Kartel Proyek Tercium Busuk

Bancakan Skandal APBD Lampung Barat: Aroma di Bagian Umum hingga Dugaan Kartel Proyek Tercium Busuk

 

Analisis RUP ungkap gaya belanja “Sultan” di Bagian Umum Setda, siasat pemecahan paket hindari tender, hingga indikasi kuat pengaturan lelang proyek konstruksi di Dinas PUPR dan Disporapar.

Baca Selengkapnya
Example 300x600
Gulir ke Bawah ↓

LIWA, TIMES AKURAT NEWS – Aroma tak sedap menyeruak dari pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lampung Barat Tahun Anggaran 2024. Analisis mendalam terhadap Rencana Umum Pengadaan (RUP) di Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) dan sejumlah dinas terkait menyingkap tabir dugaan praktik korupsi yang sistematis.

Mulai dari belanja konsumtif bergaya “Sultan”, siasat memecah paket proyek demi menghindari tender, hingga pola pemenangan lelang konstruksi yang terindikasi kuat telah dikondisikan.

Baca Juga: KADO TERINDAH HARI GURU! MASJID IMPIAN SMKN 3 METRO, BUAH KETULUSAN GURU BERDIRI MEGAH

 

Sorotan paling menohok tertuju pada Bagian Umum Setda Lampung Barat yang seolah mempertontonkan gaya hidup mewah di tengah situasi ekonomi masyarakat yang menantang. Data menunjukkan adanya alokasi dana fantastis mencapai Rp 360 juta hanya untuk belanja logistik dapur melalui mekanisme Pengadaan Langsung.

Rincian belanjanya pun dinilai tidak lazim untuk ukuran kantor pemerintahan, mencakup komoditas premium seperti daging sapi, cumi, udang, ikan tuna, hingga camilan bermerek seperti Good Time dan Biskuit Lemonia.

Belum cukup dengan belanja “isi dapur”, pos jamuan tamu juga mencatatkan angka yang mencengangkan. Terdapat dugaan pemecahan anggaran menjadi dua paket besar, yakni penyediaan kebutuhan rumah tangga kepala daerah senilai Rp 168,3 juta dan fasilitasi kunjungan tamu sebesar Rp 517,8 juta. Jika diakumulasikan, biaya makan-minum tamu ini nyaris menembus angka Rp 700 juta dalam setahun, sebuah angka yang mencederai prinsip efisiensi anggaran negara.

Baca Juga: Bupati Ayu Asalasiyah Tutup Festival Literasi Way Kanan 2025: Teruslah Berkarya, Literasi Adalah Gerakan Nyata, Bukan Sekadar Slogan!

 

Kejanggalan tidak hanya berhenti pada urusan perut. Modus operandi yang lebih “licik” terendus pada pos pemeliharaan kendaraan dinas dan belanja media. Pada pos pemeliharaan kendaraan, ditemukan indikasi kuat praktik splitting atau memecah paket untuk menghindari kewajiban tender.

Total anggaran Rp 927,5 juta dipotong-potong menjadi 20 paket kecil. Bukti paling mencolok adalah adanya tiga paket “kembar” untuk servis berat kendaraan roda empat yang masing-masing dipatok rata senilai Rp 25 juta. Siasat ini disinyalir kuat menabrak Perpres Nomor 12 Tahun 2021 Pasal 20 yang melarang pemecahan paket untuk menghindari seleksi terbuka.

Pola serupa terjadi pada belanja langganan media dan internet yang didominasi metode “Dikecualikan”. Anggaran langganan surat kabar yang mencapai setengah miliar rupiah, tepatnya Rp 529,4 juta, sangat rawan dimanipulasi atau di-mark up karena minimnya transparansi kompetisi harga. Begitu pula dengan belanja internet dan TV berlangganan senilai Rp 478,7 juta yang mendesak untuk diaudit kewajaran harganya.

Baca Juga:SKANDAL AMBULANCE HEBAT: Investigasi Bongkar Dugaan Honorarium Fiktif Setengah Miliar di Dinkes Lampung Barat

 

Bergeser ke sektor konstruksi, dugaan persekongkolan tender atau bid rigging terlihat terang-benderang di Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) serta Dinas PUPR. Indikatornya terlihat dari pola pemenang lelang yang menawar dengan harga sangat mepet dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), sebuah anomali dalam persaingan usaha yang sehat.

Sebagai contoh nyata, proyek Rehabilitasi Kantor Perwakilan dengan HPS Rp 818,1 juta dimenangkan oleh CV. Zhiran Putra Manggala dengan penawaran Rp 814 juta. Penurunan harga yang hanya selisih 0,5 persen ini menguatkan dugaan bahwa peserta lain hanya sekadar pelengkap atau sengaja digugurkan dengan alasan administratif. Pola “HPS Mepet” ini juga terjadi pada proyek Jalur Pejalan Kaki yang dimenangkan CV. Denita Putri dan proyek Tempat Pembuangan Sampah oleh CV. Arkha Ihla, di mana selisih penawaran tak sampai satu persen.

Bahkan yang lebih memprihatinkan, proyek Rehabilitasi Mess Kejaksaan senilai Rp 454,5 juta dimenangkan oleh CV. Bukit Safar sebagai peserta tunggal tanpa lawan. Fenomena “menang tanpa bertanding” ini menjadi sinyalemen kuat matinya kompetisi yang sehat dalam pengadaan barang dan jasa di Lampung Barat.

Karut-marut pengelolaan anggaran ini jelas mengangkangi UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Publik kini menanti taring Aparat Penegak Hukum (APH), baik Kejaksaan maupun Kepolisian, serta Inspektorat Daerah untuk tidak diam saja.

Audit investigatif harus segera dilakukan untuk memastikan apakah ratusan juta rupiah anggaran daging sapi dan cumi tersebut benar-benar dinikmati tamu daerah, atau hanya menjadi bancakan oknum pejabat yang memperkaya diri di atas uang rakyat.*REDBancakan Skandal APBD Lampung Barat: Aroma di Bagian Umum hingga Dugaan Kartel Proyek Tercium Busuk

Example 120x600
Gg. Sakti No.40 Surabaya, kecatamatan Kedaton, Kota Bandar Lampung, 35148
Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu24:00 PM
+6282177485498
+6282373824496
TIMES AKURAT NEWS
error: Content is protected !!