SKANDAL UMRAH GRATIS & INSENTIF HANTU: Bongkar Dugaan Korupsi Sistematis di Bagian Kesra Lampung Barat Di tengah defisit APBD Rp4,99 Miliar, Bagian Kesra diduga hamburkan anggaran untuk mark-up paket Umrah, insentif fiktif, dan duplikasi biaya haji. APH didesak lakukan audit tujuan tertentu. LIWA, LAMPUNG BARAT – Investigatif yang bersifat rahasia berhasil diungkap ke publik, menyingkap tabir dugaan praktik korupsi yang menggurita di Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Barat untuk Tahun Anggaran 2024. Di saat Pemerintah Kabupaten Lampung Barat tengah berjuang menghadapi tekanan defisit anggaran hingga Rp4,99 miliar, investigasi independen menemukan anomali anggaran yang mencengangkan di Bagian Kesra. Unit kerja yang seharusnya mengurus kesejahteraan umat ini diduga kuat telah menjadi "sapi perah" melalui berbagai modus operandi canggih, mulai dari rekayasa paket perjalanan ibadah hingga manipulasi dana insentif keagamaan. Baca Juga:Bancakan Skandal APBD Lampung Barat: Aroma di Bagian Umum hingga Dugaan Kartel Proyek Tercium Busuk Temuan paling krusial dari audit forensik ini menyoroti program populis "Wisata Rohani" atau Umrah Gratis. Berdasarkan data rekonstruksi keberangkatan, Pemkab Lampung Barat memberangkatkan total 63 jemaah yang dibiayai APBD dalam dua gelombang pada tahun 2024. Audit menemukan indikasi kuat penggelembungan harga (mark-up) paket Umrah. Dengan estimasi harga kontrak pemerintah sekitar Rp35 juta hingga Rp40 juta per jemaah, terdapat selisih signifikan dibandingkan harga pasar wajar atau E-Katalog LKPP yang berkisar antara Rp29 juta hingga Rp32 juta. "Potensi pemborosan anggaran mencapai ratusan juta rupiah, yang diduga menguap dalam bentuk cashback atau gratifikasi kepada oknum pejabat," demikian bunyi analisis dalam laporan tersebut. Lebih parah lagi, terungkap modus operandi "Jemaah Campuran" (Bundling Fraud). Dalam setiap keberangkatan, jemaah yang dibiayai APBD digabung dalam satu kloter dengan jemaah mandiri. Diduga kuat, terjadi subsidi silang ilegal di mana harga tinggi yang dibayar Pemkab digunakan untuk menutupi biaya jemaah mandiri—yang disinyalir merupakan pejabat atau kerabatnya—sebagai bentuk "bonus" dari pihak travel rekanan. Pos anggaran lain yang menjadi sorotan adalah insentif untuk guru ngaji, marbot, dan imam masjid yang mencapai angka fantastis Rp1,468 miliar. Meskipun nilai per individu kecil, volume penerima yang mencapai ratusan orang di 136 pekon/kelurahan menciptakan celah korupsi yang masif. Laporan mengidentifikasi dua risiko utama: Penerima Fiktif (Ghost Recipients): Lemahnya validasi data memungkinkan nama-nama yang sudah meninggal atau pindah domisili tetap menerima insentif, yang kemudian dicairkan oleh oknum aparat. Pemotongan Ilegal (Illegal Deduction): Modus klasik penyunatan dana di tingkat distribusi akhir dengan alasan biaya administrasi, yang secara akumulatif merugikan negara hingga ratusan juta rupiah. Baca Juga: SKANDAL AMBULANCE HEBAT: Investigasi Bongkar Dugaan Honorarium Fiktif Setengah Miliar di Dinkes Lampung Barat Investigasi juga menemukan indikasi pemborosan pada pembiayaan Ongkos Transit Daerah (OTD) jemaah haji. Meskipun telah ada skema cost-sharing antara Provinsi dan Kabupaten untuk rute Bandar Lampung-Jakarta, Kesra Lampung Barat diduga menganggarkan biaya mobilisasi lokal (Liwa-Bandar Lampung) secara berlebihan, menciptakan celah ganda untuk manipulasi sewa bus. Selain itu, belanja operasional rutin seperti makan minum rapat juga tak luput dari dugaan penyimpangan. Data Rencana Umum Pengadaan (RUP) menunjukkan pola fragmentasi paket (splitting), di mana pengadaan katering dipecah menjadi nilai-nilai kecil di bawah Rp200 juta untuk menghindari tender terbuka dan menunjuk penyedia rekanan secara langsung. Menanggapi temuan-temuan yang mengkhawatirkan ini, tim auditor independen mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) dan Inspektorat untuk segera bertindak. Rekomendasi utama dalam laporan ini adalah dilakukannya Audit Tujuan Tertentu (ATT) pada pos Belanja Jasa Wisata Rohani dan Belanja Hibah Kesra sebelum tahun anggaran berakhir. DATA FAKTA TEMUAN KESRA LAMBAR 2024 Mark-up Umrah: Indikasi selisih harga paket Umrah APBD vs Pasar/E-Katalog mencapai Rp5-10 juta per jemaah. Modus 'Jemaah Campuran': Dugaan subsidi silang ilegal untuk 35 jemaah mandiri yang berangkat bersama jemaah APBD. Insentif Rawan Bocor: Anggaran Rp1,468 Miliar untuk insentif keagamaan rentan penerima fiktif dan penyunatan. Duplikasi Biaya Haji: Potensi anggaran ganda pada mobilisasi jemaah haji di luar OTD resmi. Defisit APBD: Rp4,99 Miliar, namun Kesra tetap pertahankan program populis berbiaya tinggi. Publik kini menanti langkah tegas dari Kejaksaan Negeri Lampung Barat dan Bupati untuk membongkar tuntas dugaan skandal ini. Kesejahteraan rakyat tidak boleh dikorbankan demi keuntungan segelintir oknum yang menyalahgunakan amanah.(*)
SKANDAL UMRAH GRATIS & INSENTIF HANTU: Bongkar Dugaan Korupsi Sistematis di Bagian Kesra Lampung Barat Di tengah defisit APBD Rp4,99 Miliar, Bagian Kesra diduga hamburkan anggaran untuk mark-up paket Umrah, insentif fiktif, dan duplikasi biaya haji. APH didesak lakukan audit tujuan tertentu. LIWA, LAMPUNG BARAT – Investigatif yang bersifat rahasia berhasil diungkap ke publik, menyingkap tabir dugaan praktik korupsi yang menggurita di Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Barat untuk Tahun Anggaran 2024. Di saat Pemerintah Kabupaten Lampung Barat tengah berjuang menghadapi tekanan defisit anggaran hingga Rp4,99 miliar, investigasi independen menemukan anomali anggaran yang mencengangkan di Bagian Kesra. Unit kerja yang seharusnya mengurus kesejahteraan umat ini diduga kuat telah menjadi "sapi perah" melalui berbagai modus operandi canggih, mulai dari rekayasa paket perjalanan ibadah hingga manipulasi dana insentif keagamaan. Baca Juga:Bancakan Skandal APBD Lampung Barat: Aroma di Bagian Umum hingga Dugaan Kartel Proyek Tercium Busuk Temuan paling krusial dari audit forensik ini menyoroti program populis "Wisata Rohani" atau Umrah Gratis. Berdasarkan data rekonstruksi keberangkatan, Pemkab Lampung Barat memberangkatkan total 63 jemaah yang dibiayai APBD dalam dua gelombang pada tahun 2024. Audit menemukan indikasi kuat penggelembungan harga (mark-up) paket Umrah. Dengan estimasi harga kontrak pemerintah sekitar Rp35 juta hingga Rp40 juta per jemaah, terdapat selisih signifikan dibandingkan harga pasar wajar atau E-Katalog LKPP yang berkisar antara Rp29 juta hingga Rp32 juta. "Potensi pemborosan anggaran mencapai ratusan juta rupiah, yang diduga menguap dalam bentuk cashback atau gratifikasi kepada oknum pejabat," demikian bunyi analisis dalam laporan tersebut. Lebih parah lagi, terungkap modus operandi "Jemaah Campuran" (Bundling Fraud). Dalam setiap keberangkatan, jemaah yang dibiayai APBD digabung dalam satu kloter dengan jemaah mandiri. Diduga kuat, terjadi subsidi silang ilegal di mana harga tinggi yang dibayar Pemkab digunakan untuk menutupi biaya jemaah mandiri—yang disinyalir merupakan pejabat atau kerabatnya—sebagai bentuk "bonus" dari pihak travel rekanan. Pos anggaran lain yang menjadi sorotan adalah insentif untuk guru ngaji, marbot, dan imam masjid yang mencapai angka fantastis Rp1,468 miliar. Meskipun nilai per individu kecil, volume penerima yang mencapai ratusan orang di 136 pekon/kelurahan menciptakan celah korupsi yang masif. Laporan mengidentifikasi dua risiko utama: Penerima Fiktif (Ghost Recipients): Lemahnya validasi data memungkinkan nama-nama yang sudah meninggal atau pindah domisili tetap menerima insentif, yang kemudian dicairkan oleh oknum aparat. Pemotongan Ilegal (Illegal Deduction): Modus klasik penyunatan dana di tingkat distribusi akhir dengan alasan biaya administrasi, yang secara akumulatif merugikan negara hingga ratusan juta rupiah. Baca Juga: SKANDAL AMBULANCE HEBAT: Investigasi Bongkar Dugaan Honorarium Fiktif Setengah Miliar di Dinkes Lampung Barat Investigasi juga menemukan indikasi pemborosan pada pembiayaan Ongkos Transit Daerah (OTD) jemaah haji. Meskipun telah ada skema cost-sharing antara Provinsi dan Kabupaten untuk rute Bandar Lampung-Jakarta, Kesra Lampung Barat diduga menganggarkan biaya mobilisasi lokal (Liwa-Bandar Lampung) secara berlebihan, menciptakan celah ganda untuk manipulasi sewa bus. Selain itu, belanja operasional rutin seperti makan minum rapat juga tak luput dari dugaan penyimpangan. Data Rencana Umum Pengadaan (RUP) menunjukkan pola fragmentasi paket (splitting), di mana pengadaan katering dipecah menjadi nilai-nilai kecil di bawah Rp200 juta untuk menghindari tender terbuka dan menunjuk penyedia rekanan secara langsung. Menanggapi temuan-temuan yang mengkhawatirkan ini, tim auditor independen mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) dan Inspektorat untuk segera bertindak. Rekomendasi utama dalam laporan ini adalah dilakukannya Audit Tujuan Tertentu (ATT) pada pos Belanja Jasa Wisata Rohani dan Belanja Hibah Kesra sebelum tahun anggaran berakhir. DATA FAKTA TEMUAN KESRA LAMBAR 2024 Mark-up Umrah: Indikasi selisih harga paket Umrah APBD vs Pasar/E-Katalog mencapai Rp5-10 juta per jemaah. Modus 'Jemaah Campuran': Dugaan subsidi silang ilegal untuk 35 jemaah mandiri yang berangkat bersama jemaah APBD. Insentif Rawan Bocor: Anggaran Rp1,468 Miliar untuk insentif keagamaan rentan penerima fiktif dan penyunatan. Duplikasi Biaya Haji: Potensi anggaran ganda pada mobilisasi jemaah haji di luar OTD resmi. Defisit APBD: Rp4,99 Miliar, namun Kesra tetap pertahankan program populis berbiaya tinggi. Publik kini menanti langkah tegas dari Kejaksaan Negeri Lampung Barat dan Bupati untuk membongkar tuntas dugaan skandal ini. Kesejahteraan rakyat tidak boleh dikorbankan demi keuntungan segelintir oknum yang menyalahgunakan amanah.(*)