Mega Skandal Proyek Dinkes Tanggamus Terkuak: Belasan Paket DAK Diduga Diatur, Nama KPA dan PPK Terseret TANGGAMUS, LAMPUNG – Aroma dugaan korupsi sistematis tercium menyengat dari belasan proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tanggamus. Proyek rehabilitasi dan pembangunan Puskesmas Pembantu (Pustu) yang semestinya menjadi etalase pelayanan publik, kini berada di bawah bayang-bayang persekongkolan jahat yang diduga melibatkan pejabat tinggi dinas. Investigasi yang dilakukan oleh DPP LSM Tunas Bangsa mengungkap pola-pola janggal yang mengarah pada pengkondisian pemenang dan penggelembungan harga (mark-up) secara masif. Akibatnya, nama Kepala Dinas Kesehatan Taufik Hidayat, SE., M.Kes. selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Yekti Mulyani, S.SI selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), kini terseret dalam pusaran skandal ini. Ketua DPP LSM Tunas Bangsa, Birman Sandi, mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk tidak tinggal diam. "Ini bukan lagi sekadar kejanggalan, tapi sudah mengarah pada modus operandi kejahatan terorganisir. Kami minta Kejaksaan dan Kepolisian segera memanggil dan memeriksa KPA serta PPK. Aliran dana dan proses lelang ini harus dibongkar sampai ke akar-akarnya," tegas Birman, Senin (11/8/2025). Analisis data lelang menunjukkan dua modus utama yang digunakan untuk melancarkan dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) ini. 1. HPS Seragam yang Mustahil Kecurigaan paling fundamental terletak pada penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang seragam secara tidak wajar. Untuk sedikitnya sembilan paket rehabilitasi Pustu, HPS ditetapkan dengan nilai yang nyaris sama, berkisar Rp 260,4 Juta. Rehabilitasi Pustu Talang Beringin: HPS Rp 260.352.440,67 Rehabilitasi Pustu Suka Agung Timur: HPS Rp 260.394.089,71 Rehabilitasi Pustu Sinar Petir: HPS Rp 260.363.793,69 Rehabilitasi Pustu Tugu Papak: HPS Rp 260.389.941,75 Rehabilitasi Pustu Karang Buah: HPS Rp 260.368.100,50 "Ini HPS 'fotokopian', tidak masuk akal. Setiap bangunan punya tingkat kerusakan dan kebutuhan material yang berbeda. Keseragaman ini adalah bukti kuat bahwa HPS tidak disusun berdasarkan survei lapangan yang benar, melainkan sudah diatur dari awal untuk mengamankan margin keuntungan tertentu," jelas Birman. Anehnya, untuk proyek dengan skala lebih besar seperti Pembangunan Pustu Atar Lebar dan Rehabilitasi Pustu Ulu Semong, Dinkes Tanggamus mampu menyusun HPS yang berbeda signifikan, yakni di angka Rp 430 Jutaan. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa keseragaman pada paket-paket kecil adalah sebuah kesengajaan. 2. Pemenang Terkunci oleh "Peserta Pion" Modus kedua adalah skema "tender arisan" di mana perusahaan pemenang sudah ditentukan sejak awal. Perusahaan lain yang ikut tender diduga hanya berperan sebagai "pion" atau pendamping untuk memenuhi syarat formal. Pola ini terlihat jelas dari hasil evaluasi: Pustu Karang Buah: Pemenang CV. NURI BERKARYA (Rp 235,3 juta). Pesaing terdekat, ATHA RAZKA KOSNTRUKSI (Rp 250,6 juta), digugurkan dengan alasan "Tidak Menghadiri Pembuktian Kualifikasi". Pustu Talang Asahan: Pemenang PESISIR JAYA ABADI (Rp 235,5 juta). Pesaing terdekat, CV SAQIRA LIMA EMPAT (Rp 256,3 juta), digugurkan dengan alasan yang sama. Pustu Sinar Petir: Pemenang CV. Ardion Jaya Putra (Rp 235,1 juta). Pesaing terdekat, CAKRA DONYA (Rp 255,5 juta), juga gugur karena tidak hadir. "Ini adalah pola klasik. Peserta pion sengaja menawar lebih tinggi lalu menghilang saat pembuktian. Tujuannya agar pemenang yang sudah diplot bisa melenggang mulus. Persaingan sehat sama sekali tidak ada," ungkap Birman. Sebagai penanggung jawab utama, peran Taufik Hidayat (KPA) dan Yekti Mulyani (PPK) menjadi sentral. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA): Taufik Hidayat memiliki kewenangan dan tanggung jawab final atas penggunaan anggaran DAK. Mustahil skema sistematis ini berjalan tanpa sepengetahuan atau persetujuannya. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK): Yekti Mulyani bertanggung jawab secara teknis atas pelaksanaan pengadaan, termasuk validasi HPS dan penandatanganan kontrak dengan pemenang. HPS yang janggal tersebut seharusnya menjadi temuan dan dievaluasi ulang olehnya. Dugaan kuat mengarah pada adanya kolusi vertikal (antara pejabat dengan kontraktor) dan kolusi horizontal (antar kontraktor) untuk membagi-bagi kue proyek. Praktik ini tidak hanya berpotensi merugikan keuangan negara miliaran rupiah secara total, tetapi juga fatal karena mengorbankan kualitas bangunan fasilitas kesehatan untuk masyarakat. Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus, termasuk Taufik Hidayat dan Yekti Mulyani, belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan serius yang diarahkan kepada mereka.*Red
Mega Skandal Proyek Dinkes Tanggamus Terkuak: Belasan Paket DAK Diduga Diatur, Nama KPA dan PPK Terseret TANGGAMUS, LAMPUNG – Aroma dugaan korupsi sistematis tercium menyengat dari belasan proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tanggamus. Proyek rehabilitasi dan pembangunan Puskesmas Pembantu (Pustu) yang semestinya menjadi etalase pelayanan publik, kini berada di bawah bayang-bayang persekongkolan jahat yang diduga melibatkan pejabat tinggi dinas. Investigasi yang dilakukan oleh DPP LSM Tunas Bangsa mengungkap pola-pola janggal yang mengarah pada pengkondisian pemenang dan penggelembungan harga (mark-up) secara masif. Akibatnya, nama Kepala Dinas Kesehatan Taufik Hidayat, SE., M.Kes. selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Yekti Mulyani, S.SI selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), kini terseret dalam pusaran skandal ini. Ketua DPP LSM Tunas Bangsa, Birman Sandi, mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk tidak tinggal diam. "Ini bukan lagi sekadar kejanggalan, tapi sudah mengarah pada modus operandi kejahatan terorganisir. Kami minta Kejaksaan dan Kepolisian segera memanggil dan memeriksa KPA serta PPK. Aliran dana dan proses lelang ini harus dibongkar sampai ke akar-akarnya," tegas Birman, Senin (11/8/2025). Analisis data lelang menunjukkan dua modus utama yang digunakan untuk melancarkan dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) ini. 1. HPS Seragam yang Mustahil Kecurigaan paling fundamental terletak pada penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang seragam secara tidak wajar. Untuk sedikitnya sembilan paket rehabilitasi Pustu, HPS ditetapkan dengan nilai yang nyaris sama, berkisar Rp 260,4 Juta. Rehabilitasi Pustu Talang Beringin: HPS Rp 260.352.440,67 Rehabilitasi Pustu Suka Agung Timur: HPS Rp 260.394.089,71 Rehabilitasi Pustu Sinar Petir: HPS Rp 260.363.793,69 Rehabilitasi Pustu Tugu Papak: HPS Rp 260.389.941,75 Rehabilitasi Pustu Karang Buah: HPS Rp 260.368.100,50 "Ini HPS 'fotokopian', tidak masuk akal. Setiap bangunan punya tingkat kerusakan dan kebutuhan material yang berbeda. Keseragaman ini adalah bukti kuat bahwa HPS tidak disusun berdasarkan survei lapangan yang benar, melainkan sudah diatur dari awal untuk mengamankan margin keuntungan tertentu," jelas Birman. Anehnya, untuk proyek dengan skala lebih besar seperti Pembangunan Pustu Atar Lebar dan Rehabilitasi Pustu Ulu Semong, Dinkes Tanggamus mampu menyusun HPS yang berbeda signifikan, yakni di angka Rp 430 Jutaan. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa keseragaman pada paket-paket kecil adalah sebuah kesengajaan. 2. Pemenang Terkunci oleh "Peserta Pion" Modus kedua adalah skema "tender arisan" di mana perusahaan pemenang sudah ditentukan sejak awal. Perusahaan lain yang ikut tender diduga hanya berperan sebagai "pion" atau pendamping untuk memenuhi syarat formal. Pola ini terlihat jelas dari hasil evaluasi: Pustu Karang Buah: Pemenang CV. NURI BERKARYA (Rp 235,3 juta). Pesaing terdekat, ATHA RAZKA KOSNTRUKSI (Rp 250,6 juta), digugurkan dengan alasan "Tidak Menghadiri Pembuktian Kualifikasi". Pustu Talang Asahan: Pemenang PESISIR JAYA ABADI (Rp 235,5 juta). Pesaing terdekat, CV SAQIRA LIMA EMPAT (Rp 256,3 juta), digugurkan dengan alasan yang sama. Pustu Sinar Petir: Pemenang CV. Ardion Jaya Putra (Rp 235,1 juta). Pesaing terdekat, CAKRA DONYA (Rp 255,5 juta), juga gugur karena tidak hadir. "Ini adalah pola klasik. Peserta pion sengaja menawar lebih tinggi lalu menghilang saat pembuktian. Tujuannya agar pemenang yang sudah diplot bisa melenggang mulus. Persaingan sehat sama sekali tidak ada," ungkap Birman. Sebagai penanggung jawab utama, peran Taufik Hidayat (KPA) dan Yekti Mulyani (PPK) menjadi sentral. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA): Taufik Hidayat memiliki kewenangan dan tanggung jawab final atas penggunaan anggaran DAK. Mustahil skema sistematis ini berjalan tanpa sepengetahuan atau persetujuannya. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK): Yekti Mulyani bertanggung jawab secara teknis atas pelaksanaan pengadaan, termasuk validasi HPS dan penandatanganan kontrak dengan pemenang. HPS yang janggal tersebut seharusnya menjadi temuan dan dievaluasi ulang olehnya. Dugaan kuat mengarah pada adanya kolusi vertikal (antara pejabat dengan kontraktor) dan kolusi horizontal (antar kontraktor) untuk membagi-bagi kue proyek. Praktik ini tidak hanya berpotensi merugikan keuangan negara miliaran rupiah secara total, tetapi juga fatal karena mengorbankan kualitas bangunan fasilitas kesehatan untuk masyarakat. Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus, termasuk Taufik Hidayat dan Yekti Mulyani, belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan serius yang diarahkan kepada mereka.*Red