BONGKAR! Proyek Warisan Rp 40 M Dihentikan Bupati, Tender Dimenangkan Trio Perusahaan di Tengah Dugaan Kolusi Sistematis KALIANDA, LAMPUNG SELATAN – Langkah tegas Bupati Lampung Selatan, Radityo Egi Pratama, menghentikan total proyek ambisius Kalianda Convention Center (KCC) senilai Rp 40 miliar tak hanya menguak cacat perencanaan fatal, tetapi juga memperkuat dugaan adanya skandal korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam proses lelangnya yang telah menelan anggaran Rp 18,5 miliar pada tahun 2024. Keputusan Bupati Egi, yang diumumkannya pada Kamis (7/8/2025), membuka kotak pandora. Proyek warisan Bupati periode 2018-2024, H. Nanang Ermanto, ini ternyata dibangun tanpa studi kelayakan maupun rencana bisnis yang jelas. Fakta ini menjadi pemantik kecurigaan bahwa proyek ini sejak awal dipaksakan untuk tujuan tertentu, yang diperparah dengan proses tender penuh kejanggalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lamsel. "Saya sudah minta dokumen studi kelayakan, ternyata tidak ada. Rencana bisnisnya juga nggak ada," ungkap Bupati Egi. "Ini bukan soal politik, tapi tanggung jawab. Saya lebih pilih memperbaiki plafon sekolah yang jebol daripada melanjutkan bangunan yang justru memberatkan rakyat." Pernyataan Bupati tersebut seolah menjadi pembenaran atas temuan investigasi yang menyoroti proses lelang proyek ini, yang sejak awal sudah sarat dengan 'bendera merah'. Di tengah proyek yang dasarnya rapuh, tiga perusahaan berhasil mengamankan posisi vital yang saling terkait, menciptakan ekosistem tertutup yang sempurna untuk praktik lancung. Sang Perencana: CV. Wirawan Konsultan (Pemenang tender perancangan senilai Rp 571,7 Juta) Perusahaan inilah yang menyusun desain dan spesifikasi teknis—"aturan main" yang menjadi dasar bagi kontraktor pelaksana. Sang Pengawas: cv. view consultant (Pemenang tender pengawasan senilai Rp 736,8 Juta) Bertugas mengawasi pekerjaan kontraktor, namun dalam skema kolusi, perannya bisa berubah menjadi "stempel" untuk melegitimasi pekerjaan yang mungkin tidak sesuai spesifikasi. Sang Pelaksana: PT. RINDANG TIGASATU PRATAMA (Pemenang tender fisik senilai Rp 18,2 Miliar) Sebagai eksekutor, perusahaan ini diketahui memiliki afiliasi kuat dengan keluarga Djausal, figur berpengaruh di dunia usaha dan politik Lampung, yang menambah bobot dugaan adanya konflik kepentingan dan nepotisme. "Saat perencana, pengawas, dan pelaksana sebuah proyek jumbo dimenangkan oleh jaringan yang terindikasi sama, maka fungsi kontrol telah mati. Ini adalah resep sempurna untuk menjarah uang rakyat," tegas Birman Sandi, Ketua DPP LSM Tunas Bangsa. Kejanggalan semakin mencolok saat pada tender pengawasan, lebih dari separuh peserta digugurkan dengan alasan seragam: "Tidak Menghadiri Undangan Pembuktian Kualifikasi." Sementara itu, PT. Rindang Tigasatu Pratama memenangkan tender fisik dengan penawaran yang hanya turun 1,5% dari HPS. "Pengguguran massal dan penawaran yang mepet HPS adalah ciri khas lelang yang sudah diatur. Kompetisi hanya formalitas, pemenangnya sudah ditentukan di 'meja lain'," ungkap Birman. Untuk membuktikan bahwa ini adalah praktik sistematis di bawah kepemimpinan Kepala Dinas PUPR Drs. Hasbie Aska, S.T., modus serupa ditemukan pada proyek-proyek lain. Skema tender gagal lalu diulang menjadi senjata utama untuk menyingkirkan pesaing yang tidak diinginkan. Pembangunan Jembatan Way Huwi (Rp 1 Miliar): Tender pertama digagalkan. Pada tender ulang, CV. CAKRAWALA ANUGERAH SELATAN, yang sebelumnya tidak lulus, tiba-tiba mulus melenggang sebagai pemenang. Pembangunan Jembatan Way Panas (Rp 500 Juta): Pola identik terjadi. Tender pertama digagalkan. Pada tender ulang, CV. ATHIFA KALYA yang merupakan peserta tunggal di lelang pertama, ditetapkan sebagai pemenang. "Ini adalah modus operandi yang brutal dan terang-terangan. Lawan digugurkan dulu di ronde pertama, ronde kedua jalan tol dibuka lebar-lebar untuk 'sang juara'. Pertanyaannya, siapa sutradara di balik semua ini?" ujar Birman Sandi dengan nada tajam. Keputusan Bupati Radityo Egi Pratama menghentikan proyek KCC telah secara tidak langsung membongkar borok yang lebih dalam: proyek puluhan miliar yang dipaksakan tanpa dasar perencanaan yang kuat, justru jatuh ke tangan jaringan perusahaan tertentu melalui proses lelang yang penuh rekayasa. Publik kini menuntut audit total atas dana Rp 18,5 miliar yang sudah digelontorkan untuk proyek cacat ini. Aparat Penegak Hukum, baik Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), didesak untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh. Penyelidikan tidak hanya harus menyasar para pemenang tender, tetapi juga para pejabat di Dinas PUPR Lampung Selatan yang bertanggung jawab di era sebelumnya, yang telah meloloskan proyek dan proses lelang yang sarat dengan aroma tak sedap ini.
BONGKAR! Proyek Warisan Rp 40 M Dihentikan Bupati, Tender Dimenangkan Trio Perusahaan di Tengah Dugaan Kolusi Sistematis KALIANDA, LAMPUNG SELATAN – Langkah tegas Bupati Lampung Selatan, Radityo Egi Pratama, menghentikan total proyek ambisius Kalianda Convention Center (KCC) senilai Rp 40 miliar tak hanya menguak cacat perencanaan fatal, tetapi juga memperkuat dugaan adanya skandal korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam proses lelangnya yang telah menelan anggaran Rp 18,5 miliar pada tahun 2024. Keputusan Bupati Egi, yang diumumkannya pada Kamis (7/8/2025), membuka kotak pandora. Proyek warisan Bupati periode 2018-2024, H. Nanang Ermanto, ini ternyata dibangun tanpa studi kelayakan maupun rencana bisnis yang jelas. Fakta ini menjadi pemantik kecurigaan bahwa proyek ini sejak awal dipaksakan untuk tujuan tertentu, yang diperparah dengan proses tender penuh kejanggalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lamsel. "Saya sudah minta dokumen studi kelayakan, ternyata tidak ada. Rencana bisnisnya juga nggak ada," ungkap Bupati Egi. "Ini bukan soal politik, tapi tanggung jawab. Saya lebih pilih memperbaiki plafon sekolah yang jebol daripada melanjutkan bangunan yang justru memberatkan rakyat." Pernyataan Bupati tersebut seolah menjadi pembenaran atas temuan investigasi yang menyoroti proses lelang proyek ini, yang sejak awal sudah sarat dengan 'bendera merah'. Di tengah proyek yang dasarnya rapuh, tiga perusahaan berhasil mengamankan posisi vital yang saling terkait, menciptakan ekosistem tertutup yang sempurna untuk praktik lancung. Sang Perencana: CV. Wirawan Konsultan (Pemenang tender perancangan senilai Rp 571,7 Juta) Perusahaan inilah yang menyusun desain dan spesifikasi teknis—"aturan main" yang menjadi dasar bagi kontraktor pelaksana. Sang Pengawas: cv. view consultant (Pemenang tender pengawasan senilai Rp 736,8 Juta) Bertugas mengawasi pekerjaan kontraktor, namun dalam skema kolusi, perannya bisa berubah menjadi "stempel" untuk melegitimasi pekerjaan yang mungkin tidak sesuai spesifikasi. Sang Pelaksana: PT. RINDANG TIGASATU PRATAMA (Pemenang tender fisik senilai Rp 18,2 Miliar) Sebagai eksekutor, perusahaan ini diketahui memiliki afiliasi kuat dengan keluarga Djausal, figur berpengaruh di dunia usaha dan politik Lampung, yang menambah bobot dugaan adanya konflik kepentingan dan nepotisme. "Saat perencana, pengawas, dan pelaksana sebuah proyek jumbo dimenangkan oleh jaringan yang terindikasi sama, maka fungsi kontrol telah mati. Ini adalah resep sempurna untuk menjarah uang rakyat," tegas Birman Sandi, Ketua DPP LSM Tunas Bangsa. Kejanggalan semakin mencolok saat pada tender pengawasan, lebih dari separuh peserta digugurkan dengan alasan seragam: "Tidak Menghadiri Undangan Pembuktian Kualifikasi." Sementara itu, PT. Rindang Tigasatu Pratama memenangkan tender fisik dengan penawaran yang hanya turun 1,5% dari HPS. "Pengguguran massal dan penawaran yang mepet HPS adalah ciri khas lelang yang sudah diatur. Kompetisi hanya formalitas, pemenangnya sudah ditentukan di 'meja lain'," ungkap Birman. Untuk membuktikan bahwa ini adalah praktik sistematis di bawah kepemimpinan Kepala Dinas PUPR Drs. Hasbie Aska, S.T., modus serupa ditemukan pada proyek-proyek lain. Skema tender gagal lalu diulang menjadi senjata utama untuk menyingkirkan pesaing yang tidak diinginkan. Pembangunan Jembatan Way Huwi (Rp 1 Miliar): Tender pertama digagalkan. Pada tender ulang, CV. CAKRAWALA ANUGERAH SELATAN, yang sebelumnya tidak lulus, tiba-tiba mulus melenggang sebagai pemenang. Pembangunan Jembatan Way Panas (Rp 500 Juta): Pola identik terjadi. Tender pertama digagalkan. Pada tender ulang, CV. ATHIFA KALYA yang merupakan peserta tunggal di lelang pertama, ditetapkan sebagai pemenang. "Ini adalah modus operandi yang brutal dan terang-terangan. Lawan digugurkan dulu di ronde pertama, ronde kedua jalan tol dibuka lebar-lebar untuk 'sang juara'. Pertanyaannya, siapa sutradara di balik semua ini?" ujar Birman Sandi dengan nada tajam. Keputusan Bupati Radityo Egi Pratama menghentikan proyek KCC telah secara tidak langsung membongkar borok yang lebih dalam: proyek puluhan miliar yang dipaksakan tanpa dasar perencanaan yang kuat, justru jatuh ke tangan jaringan perusahaan tertentu melalui proses lelang yang penuh rekayasa. Publik kini menuntut audit total atas dana Rp 18,5 miliar yang sudah digelontorkan untuk proyek cacat ini. Aparat Penegak Hukum, baik Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), didesak untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh. Penyelidikan tidak hanya harus menyasar para pemenang tender, tetapi juga para pejabat di Dinas PUPR Lampung Selatan yang bertanggung jawab di era sebelumnya, yang telah meloloskan proyek dan proses lelang yang sarat dengan aroma tak sedap ini.